Gambar di halaman sebelumnya dari: Stutterheim, W. F., Pictoral history of civilization in Java. Diterjemahkan oleh Mrs. A. C. de Winter-Keen, The Java-Institute and G. Kolf & Co., Weltevreden, 1926
Hak Cipta (termasuk fotograf) ©
The Tokugawa Reimeikai Foundation
1931, 1943, 1960, 2004
Hak terjemahan ke dalam bahasa Inggris dan Pendahuluan ©
M. Iguchi
1996, 2004
Hak terjemahan ke dalam bahasa Indonesia ©
Ririn Anggraeni dan Apriyanty Isanasari
2006
Dicetak dan diterbitkan oleh
Penerbit ITB
Jl. Ganesha No. 10
Bandung 40132, Indonesia
2006
ISBN: 979-3507-87-x
Marquis Tokugawa pada usia tigapuluh tahunan di laboratoriumnya
KATA SAMBUTAN UNTUK EDISI INDONESIA (Oleh Ekowati Sundari)
KATA SAMBUTAN UNTUK EDISI INGGRIS (Oleh Yoshinobu Tokugawa)
KATA PENGANTAR UNTUK EDISI INGGRIS (Oleh Masatoshi Iguchi)
PENDAHULUAN (Oleh Masatoshi Iguchi)
Tentang Penulis, Buku dan Latar Belakang Sejarahnya
Bibliografi
Kronologi Hindia Timur 1513-1942
Peta Pulau Jawa
Jalan laut dari Kobe ke Batavia
BAGIAN PERTAMA - PERDJALANAN MENOEDJOE DJAKATRA 1929
Berangkat menuju Djakatra
Shanghai
Berangkat dari Shanghai
Hongkong
Perjalanan Laut
Singapoera
Laut Bangka
Tiba di Pulau Djawa
Karyawisata ke Krakatau
Penduduk Hindia Timoer
Upacara Pembukaan
Negeri Djakatra
Penyambutan
Berkunjung ke Buitenzorg
Pesawat Udara
Kongres
Pesta Besar
Barisan Itik
Kebun Botani Dataran Tinggi di TjibodasNoesa Kambangan
Kota Tjilacap
Jogja
Kekeliruan
Perjalanan ke Tosari
Makan Malam Perpisahan
Kota Ikan Hiu dan Buaya
Perjalanan ke Pulau Bali
Kunjungan Kehormatan di Solo
Kunjungan Kehormatan di Jogja
BAGIAN KEDUA - PERDJALANAN MENOEDJOE POELAOE DJAWA 1921
Kapal Penumpang
Belahan Bumi Selatan
Batavia
Desa Yang Tenang
Kebun Botani
Hotel Bellevue
Episode-episode di Pulau Djawa
Dari Poesat Penelitian ke Bandoeng
Garoet
Kereta Api di Pulau Djawa
Boroboedoer
Ibukota Negeri khayalan
Prambanan
Kisah Lala Djonggrang
Rumah Gadai
Taman Sari
Arak-arakan Prajurit
Wayang
Kembali ke Batavia
LAMPIRAN
Album tambahan tentang gambaran masa lalu dari sumber lainnya
KATA SAMBUTAN UNTUK EDISI INDONESIA
Pada bulan Februari 2001 ketika mendiang Mr. Yoshinobu Tokugawa berkunjung ke Museum tempat saya bekerja, saya baru mengetahui bahwa perjalanan di Pulau Jawa ini ditulis oleh kakeknya. Mr. Tokugawa memberikan sebuah buku kecil berjudul "Travels around Java in 1920's" yang diterjemahkan oleh Dr. Iguchi dan dipublikasikan terbatas oleh The Tokugawa Reimeikai Foundation. Dia menjelaskan bahwa maksud kedatangannya ke pulau Jawa ini adalah untuk pertama kali dan akan menelusuri perjalanan kakeknya, berkeliling Bogor, Bandung dan Yogyakarta, didampingi Dr. Iguchi yang saat itu menjadi peneliti tamu di Bogor.
Buku tersebut sangat menarik dan penulisnya dengan jujur menjelaskan semua yang dilihat dan didengar dalam perjalanannya di pulau Jawa sekitar tiga perempat abad yang lalu ketika masih menjadi jajahan Belanda yang kita tidak tahu atau lupa. Teknik penulisan perjalanan dalam bahasa aslinya memiliki gaya tersendiri yang merupakan ciri dari masa itu.
Terjemahan edisi bahasa Inggris telah melalui perbaikan dan diterbitkan untuk para pembaca di dunia, dengan tambahan sejumlah catatan kaki dan foto, yaitu: Marquis Tokugawa (Translated by M.Iguchi), Journeys to Java, Penerbit ITB 2004 (ISBN 979-3507-25-x).
Terjemahan bahasa Indonesia ini berdasarkan edisi bahasa Inggris dengan pendahuluan dan catatan kaki serta foto-foto yang ditambahkan oleh Dr. M. Iguchi. Tidak banyak perubahan yang dibuat kecuali memperbaiki beberapa kesalahan kecil. Terjemahan edisi bahasa Indonesia dilakukan oleh dua rekan muda di Bogor. Pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan naskah aslinya dalam bahasa Jepang selama masa penterjemahan telah dijawab oleh Dr. M. Iguchi dan draf naskahnya telah diperiksa oleh saya dan rekan-rekan saya, khususnya Pak Arief Budhiono, Departemen Perindustrian.
Atas nama Mr. Yoshitaka Tokugawa, (cicit dari penulis berbahasa Jepang dan pemimpin baru dari Tokugawa Reimeikai Foundation, yang mewarisi hak cipta dari buku aslinya), penterjemah bahasa Inggris, dan penterjemah bahasa Indonesia, juga Prof. Ir. Amrinsyah Nasution, MSCE, Ph.D. dan Ibu Tuti (direktur dan sekretaris penerbit ITB), saya sangat berharap masyarakat dapat membaca buku ini untuk mendapatkan pelajaran mengenai sejarah negeri ini. Terjemahan ini masih jauh dari sempurna, maka kami sangat terbuka menerima komentar dari pembaca.
Agustus 2006
Ekowati Sundari, M.Hum.,
Bidang Prasejarah dan Arkeologi,
Museum Nasional Indonesia
Penterjamah
Ririn Anggraeni: Lahir di Singaraja, Bali, tahun 1978, lulusan Analis Kimia, Jurusan Kimia FMIPA, Institut Pertanian Bogor, Bogor, tahun 1999. Sekarang bekerja sebagai Analis Kimia di Departemen Ilmu Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor.
Apriyanty Isanasari: Lahir di Bogor, Jawa Barat, tahun 1974, lulusan Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor, tahun 2004. Sekarang bekerja sebagai guru kimia SMP di Bogor.
KATA SAMBUTAN UNTUK EDISI INGGRIS
Adalah suatu kebahagiaan bagiku bahwa kisah lama tentang perjalanan Yoshichika, kakekku, dapat dipublikasikan dalam bahasa Inggris, mengingat kenyataan bahwa versi Jepang yang asli sudah lama tidak diterbitkan lagi.
Kejadian itu terjadi pada tahun 1921 di saat Yoshichika pergi ke luar negeri untuk pertama kalinya. Pertama ia pergi ke Asia, terutama untuk mencoba pergantian udara yang bermanfaat untuk kesehatannya. Ia adalah seorang pria dewasa berusia 34 tahun yang berpendidikan tinggi dan dibesarkan di Jepang, saat modernisasi berjalan dengan cepat melalui era Meiji dan Taisho. Apa yang ia lihat di Shanghai, Hong Kong, Singapura, Pulau Jawa dan daerah kolonisasi lain secara langsung, adalah kenyataan dari keadaan jajahan dimana kekuasaan bangsa asing yaitu orang-orang Inggris dan orang-orang Belanda, telah membawa peradaban (bukan kebudayaan) mereka lebih lanjut dan beberapa persen dari orang kulit putih sedang menguasai pribumi dan imigran,serta memonopoli hak-hak dan keinginan mereka. Ia menghormati rencana pembangunan kota yang rapi, dengan bangunan yang indah dan bagus seperti kantor pemerintah, perumahan, museum, kebun botani dan universitas, semuai itu dibangun oleh para penjajah dengan memperhatikan lingkungan yang kurang tertata sebelumnya. Tetapi juga tidak menutup matanya terhadap kekacauan yang terjadi. Di sisi lain, ia sangat terkesan dengan candi Boroboedoer dan Prambanan, dan memikirkan kembali jatuh bangunnya kebudayaan orang-orang Jawa itu. Ia dapat memberikan kesan yang baik dan hidup dengan orang-orang Melayu agar dapat saling kenal dengan Sultan Johor dan melewatkan malam dengan para pelayan pribumi di gubuk yang kotor di hutan sambil berburu binatang buas, sungguh sebuah permainan yang berbahaya.
Di tahun yang sama, ia juga pergi ke Eropa bersama isterinya. Ia tinggal di sana selama satu tahun, mempelajari sejarah dan budaya Eropa yang sebenarnya. Ia mempelajari bahwa orang-orang Eropa yang membentuk golongan yang berkuasa dan kalangan atas di daerah jajahannya, dihormati sebagai pekerja pengembara, dan ada sejumlah orang kulit putih miskin yang berjuang untuk kehidupannya sebagai petani dan buruh. Ia juga menemukan bahwa peradaban orang Barat dengan standar tinggi dibangun oleh orang-orang ini.
Yoshichika mengunjungi pulau Jawa untuk kedua kalinya pada tahun 1929 ketika ia berusia 42 tahun, sebagai anggota delegasi pada Kongres Ilmu Pengetahuan Pasifik yang Keempat. Ia memperluas perjalanannya dengan mengunjungi istana Susuhunan di Solo sebagai tamu di acara pernikahan pangeran, dan juga memenuhi undangan kehormatan Sultan Jogjakarta, sebagai seorang diplomat sipil. Kemudian, ketika Perang Asia Timur Besar dimulai pada bulan Desember 1941, pengalaman ini memungkinkan dia untuk menawarkan diri sebagai penasehat sipil bagi angkatan perang pendudukan di Singapura dan untuk melindungi orang-orang setempat dan institusi-institusi kebudayaannya. Sebagai contoh, ia tidak mengijinkan militer untuk menghancurkan patung Stamford Raffles. Ia menjaga dan menyelamatkannya, dan setelah peperangan berakhir patung itu dikembalikan ke tempat asalnya. Dulu ia pernah berkata, "Suatu pertempuran hanya memerlukan satu atau dua hari, tetapi suatu peperangan memerlukan beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun sebelum berakhir".
Sebagai kepala keluarga Owari-Tokugawa, ia memberikan dukungan kepada suku bangsa Ainu di Hokkaido, dimana orang-orang yang terdahulu dari kaumnya telah pindah ke luar negeri untuk menanami hutan belantara di sana. Ia mengamati kepercayaan mereka dan ikut berpartisipasi dalam upacara pengorbanan Beruang. Pandangannya terhadap orang-orang selalu horisontal. Tentu saja ia menghormati para kaisar dan para raja tetapi ia tidak pernah memuji-muji. Ia tidak pernah meremehkan pribumi, di Malaya atau di pulau Jawa atau di Hokkaido. Tanpa peduli terhadap perbedaan status sosial, ia bergabung dengan mereka dengan perasaan yang hangat dan sedikit humor. Barangkali ia tak sadar akan hal ini.
Ketika mendirikan "Museum Seni Tokugawa", ia berkata bahwa ia tidak paham tentang seni, tetapi ia telah membangun sesuatu untuk menyimpan apa yang menurut orang lain berharga. Ia berkata ia telah membangun "Institut Penelitian Biologi Tokugawa" dan "Institut Sejarah Kehutanan Tokugawa" untuk para ahli sehingga mereka dapat menggunakan semua fasilitas yang ada untuk melakukan penelitian meskipun dirinya bukanlah ahli dalam penelitian.
Yoshichika memiliki banyak gelar seperti The Last Lord (Bangsawan Terakhir) dan The Tiger-Hunting Lord (Bangsawan Pemburu Harimau) , tapi tidak satu pun dari nama-nama itu yang sesuai dengan karakternya. Aku menyebutnya "A patron of culture (Seorang Pelindung Kebudayaan)".
Atas nama penulis, aku ingin mengungkapkan rasa terima kasihku kepada Dr. Iguchi dan teman-temannya yang telah berusaha keras untuk menterjemahkan buku ini.
Mei 2004,
Yoshinobu Tokugawa,
Presiden The Tokugawa Reimeikai Foundation
KATA PENGANTAR UNTUK EDISI INGGRIS
Terjemahan bahasa Inggris dari kisah perjalanan Marquis Yoshichika Tokugawa ini telah dipahami dan dikerjakan sejak delapan tahun yang lalu dan salinannya telah diberikan sebagai tanda mata bagi peserta di "International Workshop on Green Polymers" yang diadakan pada bulan November 1996 di Bandung Bogor. Buku yang dicetak dengan judul "Travels around Java in 1920s (Perjalanan Sekitar Pulau Jawa pada Tahun 1920-an)" itu merupakan buku non-komersial dari The Tokugawa Reimeikai Foundation (Yayasan Tokugawa Reimeikai), dan dicetak kembali untuk kedua kalinya pada tahun 1997 dan 2000.
Penerjemah mendapatkan semangat dan dukungan yang luar biasa dari teman-temannya yang berasal dari Eropa, Indonesia dan Jepang. Mereka sangat terkesan dan merasa telah diingatkan kembali setelah membaca esai yang begitu bagus yang telah ditulis oleh seorang penulis Jepang di tahun 1920. Kongres Ilmu Pengetahuan Pasifik yang Keempat yang diadakan di pulau Jawa itu sungguh merupakan peristiwa ilmiah yang besar seperti yang dikatakan Prof. Shinzo Koujiya yang berasal dari Kyoto (Jepang) yang telah membaca dan menyerap isi buku itu dalam tiga hari. Sambil menjalankan tugasnya Prof. Piet J. Lemstra dari Eindhoven (Belanda) kerap menyinggung peristiwa ilmiah yang besar dalam buku itu dalam berbagai pertemuan ilmiah. Dan terakhir, Prof. Manfred Gordon dari Cambridge (Inggris) mendorong penterjemah untuk mempelajarinya lebih lanjut dan mencari kemungkinan untuk mempublikasikan naskah yang telah ditinjau ulang tersebut di masa yang akan datang.
Delapan tahun terakhir ini penerjemah mendapat kesempatan yang baik untuk kelanjutan buku tersebut. Ia menerima beasiswa yang memungkinkan dia untuk tinggal di pulau Jawa untuk yang kedua kalinya yaitu pada tahun 1999 sampai 2002, walaupun subyek penelitian yang dilakukannya adalah polimer alam dan sama sekali tidak berhubungan dengan sejarah atau literatur. Ia sempat mengunjungi beberapa tempat yang pernah didatangi oleh penulis pada waktu itu, dan pada suatu waktu ia diberi kehormatan untuk menemani Mr. Yoshinobu Tokugawa, seorang cucu laki-laki dari penulis yang mengunjungi Pulau Jawa untuk napak tilas perjalanan kakeknya. Dan yang sungguh mengejutkan bagi penerjemah adalah bahwa keseluruhan volume dari "Proceedings of The Fourth Pacific Science Congress - Java 1929" dan materi kongres lainnya seperti halnya proceedings (laporan-laporan) dari kongres sebelumnya di Tokyo (1926), semuanya tersimpan rapi dan utuh di perpustakaan yang letaknya tepat di belakang laboratorium kerjanya di Bogor (dulu Buitenzorg). Ia juga banyak belajar dari teman-temannya yang ahli di bidang sejarah dan botani.
Saat ini teknologi internet telah berkembang begitu pesat. Hal ini memberikan banyak kemudahan bagi penggunanya. Para pelajar dapat mencari dan mempelajari pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu dari ruang belajar mereka tanpa harus ke perpustakaan. Internet juga memberikan kemudahan bagi kita untuk mencari dan melihat daftar buku-buku kuno ataupun buku-buku terbaru dari berbagai toko buku di seluruh dunia, dan kita dapat memesannya walaupun kita berada di pulau Jawa. Selain itu, surat elektronik telah memudahkan kita untuk berkomunikasi dan meminta bantuan para tenaga ahli tanpa mengenal jarak dan waktu.
Terjemahan bahasa Inggris ini terdiri dari dua kisah perjalanan, "A Journey to Java (Perdjalanan menoedjoe Poelaoe Jawa)" dan "A Journey to Djakatra (Perjalanan menoedjoe Djakatra)". Artikel yang pertama merupakan bagian dari sebuah buku yang berjudul "On Hunting in the Jungle of Malaya (Ketika Berboeroe di Hoetan Malaya)" yang diterbitkan tahun 1925. Di dalam buku tersebut, penulis menguraikan pengalaman pertamanya di Asia Tenggara pada tahun 1921. Naskah yang kedua ditulis pada tahun 1929 ketika penulis mengunjungi pulau Jawa selama satu bulan untuk menghadiri kongres tersebut di atas, dan bepergian ke tempat-tempat lain di sekitar Asia Tenggara. Pada saat itu di sebuah surat kabar Jepang telah diterbitkan suatu rangkaian artikel bersama dengan esai yang lain yaitu "Game in Malaya (Berboeroe di Malaya)" ?. Kisah perjalanan ini digabungkan dan dipublikasikan dengan judul "Journeys to Djakatra (Perdjalanan menoedjoe Djakatra)" pada bulan Juni 1931 oleh Kyodo-Kenkyu-Sha, Nagoya, dan dicetak kembali tahun 1943 oleh Jujiya-Shoten, Tokyo. Kemudian pada tahun 1960, kisah tersebut dipublikasikan kembali dalam bentuk buku bersampul tipis oleh Chuo-Koron Publishing Co., Tokyo. Pada versi bahasa Inggris ini, kedua naskah perjalanan yang ditulis pada tahun 1920 dan 1929 diletakkan terbalik, karena naskah perjalanan yang ditulis terakhir (tahun 1929) merupakan suatu gambaran yang lebih menyeluruh tentang pulau Jawa.
Terjemahan ini didasarkan pada naskah dari edisi buku sampul tipis tetapi acuan dibuat berdasarkan naskah awal yang ditulis dalam bahasa Jepang kuno. Foto yang dimasukkan oleh penulis telah direproduksi dari edisi tahun 1931, selain itu juga pada terjemahan ini ditambahkan beberapa foto yang baru-baru ini ditemukan di Perpustakaan Tokugawa Reimeikai. Beberapa ungkapan bahasa China asli sering yang digunakan oleh penulis secara hati-hati untuk menerjemahkan beberapa kata, yang diharapkan dapat dipahami oleh pembaca yang tidak memiliki pengetahuan tentang Jepang atau Cina (misalnya "bahu bengkak dan batang pedati hancur" adalah ungkapan untuk menggambarkan kesibukan suatu kota). Untuk ejaan dari kata-kata bahasa setempat, penulis menggunakan sistem Belanda yang tradisional sehingga kata-kata itu tidak terdengar asing di telinga, walaupun metode ejaan itu kemudian mengalami perubahan pada tahun 1970-an disesuaikan deengan bahasa Melayu (misalnya Soerabaja Surabaya, Tjipanas Cipanas, Djakarta Jakarta, dll.). Untuk kata-kata dari bahasa daerah dapat dilihat penjelasannya di catatan kaki yang diberi notasi, c.; bahasa Cina, j.; bahasa Jepang dan m.; bahasa Melayu atau bahasa Indonesia. Berbagai penjelasan di catatan kaki ditambahkan berdasarkan hasil penyelidikan penerjemah.
Pendahuluan, "Penulis, buku dan latar belakang sejarah", ditulis oleh penerjemah dengan harapan dapat membantu pembaca meskipun sudut pandang kita mungkin berbeda. Kisah perjalanan Tokugawa ditulis dengan cara yang kuno tanpa melampirkan foto dan ilustrasi, namun demikian penerjemah telah mencari dan mengumpulkan beberapa foto dari berbagai buku kuno dalam suatu lampiran, "Album tambahan tentang gambaran masa lalu dari sumber lainnya", untuk menggambarkan beberapa pemandangan dengan jelas.
Dengan terbitnya buku ini, penerjemah menyatakan terima kasihnya yang tulus kepada Mr. Yoshinobu Tokugawa sebagai Kepala Keluarga yang ke-21 dari Keluarga Owari-Tokugawa dan sebagai Presiden The Tokugawa Reimeikai Foundation (Yayasan Tokugawa Reimeikai) yang telah meluangkan waktu dan mengulurkan tangannya untuk membantu penyelesaian proyek yang pertama kali diusulkan pada tahun 1966 dan memberikan semangat kepada penerjemah dengan mengatakan bahwa kakeknya di surga pasti akan merasa senang melihatnya Selain para profesor yang telah disebutkan sebelumnya, penerjemah juga sangat berterima kasih kepada teman-teman lainnya yang telah banyak membantu penerjemah. Pada awal pekerjaan ini, Dr. Toin Ketelaars, seorang ilmuwan Belanda yang pernah mengunjungi laboratorium penulis di Jepang telah berbaik hati membantu penerjemah dengan membaca naskah awal dan memberikan saran dan masukan mengenai kata-kata dalam bahasa Belanda. Ir. Ny. Wang Sing Niang, MSc. di Bandung yang telah membantu membacakan kata-kata dalam bahasa Cina, Ir. Arief Budhiono di Bogor yang telah membantu memeriksa kata-kata dalam bahasa Indonesia, dan teman-teman lainnya. Pada penyelidikan terbarunya ini penerjemah banyak dibantu oleh Dra. Raden Ajoe Ekowati Sundari, seorang sejarawan di Jakarta yang telah memberikan tidak hanya banyak pengetahuan tentang sejarah dan masyarakat dari pulau Jawa tetapi membantu mencari dan menemukan berbagai buku dan dokumen yang mendukung terselesaikannya buku ini. Dr. E. Edwards McKinnon, seorang sejarawan lainnya di Bandung dengan senang hati bersedia membaca naskah dan memeriksa penggunaan bahasanya serta memberikan pengetahuan-pengetahuan tambahan dan penggunaan ungkapan bahasa Inggris yang baik. Mr. Yoshitaka Tokugawa, seorang cucu laki-laki dari penulis telah berbaik hati memilihkan foto-foto tua dari album pribadi kakek dan neneknya, Mrs. Yumiyo Tokugawa. Selain itu beliau juga dengan senang hati telah memeriksa naskah akhir sebelum dipublikasikan dan memperbaiki penggunaan bahasa Inggris dalam naskah tersebut. Walau bagaimanapun, penerjemah bertanggung jawab penuh atas penggunaan bahasa Inggris dalam terjemahan ini termasuk pada bagian pendahuluan dan catatan kaki. Penerjemah juga berterima kasih kepada Prof. Ir. Amrinsyah Nasution sebagai Pemimpin Redaksi ITB Press yang telah menghargai naskah yang ditunjukkan kepadanya dan juga telah berbaik hati mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan penerbitan buku ini.
Selain semua bantuan yang diterima dari teman-temannya, penerjemah juga harus mengakui bahwa ini adalah suatu tantangan baginya untuk menterjemahkan suatu karya sastra mengenai negara asing di masa lalu, yang berbeda dengan artikel ilmiah yang sering dibacanya. Selain itu, karya sastra tersebut harus diterjemahkan ke bahasa lain yang bukan merupakan bahasa negeri asal penerjemah. Namun demikian, penerjemah mendapat masukan yang berharga setelah membaca naskah aslinya yang berbahasa Jepang. Penerjemah mengharapkan dan akan sangat menghargai komentar dan kritik yang disampaikan oleh pembaca.
Mei 2004
M. Iguchi,
Penerjemah dari bahasa Jepang ke bahasa Inggris
Masatoshi Iguchi lahir tahun 1938 di Jepang. Sebagai seorang ilumuwan polimer, ia banyak menghabiskan waktunya di laboratorium Agency of Industrial Science and Technology, Jepang. Ia pernah tinggal di beberapa negara seperti Inggris (1969-71), Belanda (1995, 2005) dan Indonesia (1990-92 dan 1999-2002).